Pengertian profesi keguruan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Guru sebagai salah satu tenaga kependidikan memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Tugas dan tanggung jawab tersebut lebih luas dari sekedar hanya membuat peserta didik menjadi tahu dan memahami bahan ajar yang diberikan, yaitu menjadikan peserta didik menjadi manusia terdidik yang memahami perannya sebagai manusia, sehingga bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kinerja guru yang selama ini menjadi wacana dalam meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM), telah menjadikan guru sebagai salah satu isu sentral mengenai pendidikan secara nasional. Persoalan guru adalah persoalan pendidikan, dan persoalan pendidikan adalah persoalan bangsa. Begitulah kira-kira kalangan praktisi pendidikan menggiring isu tentang guru dalam upaya meningkatkan profesionalime guru.
Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan khususnya di tingkat institusional. Tanpa guru pendidikan hanya menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru (Surya, 2003:2). Karena itu, untuk menjadikan pendidikan sebagai sebuah sektor pembangunan yang efektif.
Guru adalah faktor yang mutlak. Bukan saja jumlahnya yang harus mencukupi, melainkan mutunya juga harus baik, sebab jumlah dan mutu guru adalah unsur yang secara langsung ikut menentukan kekuatan sektor pendidikan. Dengan kata lain, kekuatan dan mutu pendidikan sesuatu negara dapat dinilai dengan mempergunakan faktor guru sebagai salah satu indeks utama. Itulah antara lain sebabnya mengapa guru faktor yang mutlak dalam pembangunan.
            Pengalaman-pengalaman inilah yang seharusnya menjadi perhatian kebijakan pengembangan guru di Indonesia. Sayangnya selama ini kita menjadikan guru hanya sebagai bagian dari aparat pemerintah, yang melakukan tugas harus sesuai dengan birokrasi yang cenderung hirarkis. Akibatnya guru terkooptasi oleh birokrasi sehingga menghilangkan jati diri guru sebagai pendidik dan pembimbing di persekolahan. Peran guru selama ini memang telah diperlakukan sebagai profesi tetapi perlakuan yang diberikan kepada guru tidak mencerminkan bahwa guru adalah profesi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penderitaan yang dialami guru dalam melaksanakan tugasnya. Profesi guru kurang dihargai sebagai tenaga profesional, padahal peran yang dimainkannya telah memenuhi syarat atau ciri-ciri sebagai tenaga professional.
B.    Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang di atas kita dapat menarik permasalahan yang ada antara   lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan profesi dan profesi keguruan?
2.      Bagaimana syarat-syarat dari profesi keguruan?
3.      Bagaimana urgensi keprofesionalan dalam suatu profesi?



























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Profesi Keguruan
            Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter, dikatakan profesinya sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar dikatakan profesinya sebagai guru. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa profesinya sebagai tukang batu, tukang parkir, pengamen, penyanyi, pedagang, dan sebagainya. Jadi istilah profesi dalam konteks ini sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman dalam memahami istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari mengidentifikasikan perlunya suatu pengertian yang dapat menegaskan kriteria suatu pekerjaan sehingga dapat disebut sebagai suatu profesi. Artinya, tidak semua pekerjaan atau tugas yang dilakukan dapat disebut sebagai profesi. Pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang disebut sebagai suatu profesi.
            Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession, yang artinya pekerjaan, atau dalam bahasa Latin, profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara Terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin,2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
            Secara leksikal, perkataan profesi mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi menunjukkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua, profesi dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business, Hornby, 1962).
            Webster’s New World Dictionary menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal atrs atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual.
Dari berbagai pengertian profesi tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Pada umumnya, masyarakat awam memaknai kata profesionalisme bukan hanya digunakan untuk pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi, melainkan pada hampir setiap pekerjaan. Muncul ungkapan, misalnya, penjahat profesional, sopir profesional, hingga tukang ojek profesional. Dalam bahasa awam pula, seseorang disebut profesional jika cara kerjanya baik, cekatan dan hasilnya memuaskan. Dengan hasil kerja itu, seseorang mendapatkan uang atau bentuk imbalan lainnya.
            Dapatkah disalahkan penggunaan istilah yang serampangan itu? Tidak, karena istilah profesi bukan monopoli kalangan tertentu. Namun, secara sosiologis ada aspek positifnya di belakang gejala itu, yaitu refleksi dari adanya tuntutan yang makin besar dari masyarakat akan proses dan hasil kerja yang bermutu, penuh tanggung jawab bukan sekadar asal dilaksanakan.
            Ada semacam common denominators antara berbagai profesi. suatu profesi umumnya berkembang dari perkerjaan (vocation) yang kemudian berkembang makin matang. Selain itu, dalam bidang apapun, profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal, yaitu keahlian, komitmen, dan keterampilan yang relevan yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme. Ketiga hal itu pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan prajabatan dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/latihan dalam jabatan. Karena keahliannya yang tinggi, maka seorang profesional dibayar tinggi. “well educated, well trained, well paid”, adalah salah satu prinsip profesionalisme.

Pengertian profesi keguruan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah merealisasikan pengertian profesi keguruan untuk pendidikan di Indonesia sebagai berikut:
§  Profesi keguruan adalah suatu bidang pengabdian/dedikasi kepada kepentingan anak didik dalam perkembangannya menuju kesempurnaan manusiawi.
§  Para anggota profesi keguruan terikat oleh pola sikap dan perilaku guru yang dirumuskan dalam kode etik guru Indonesia.
§  Para anggota profesi keguruan dituntut untuk menyelesaikan suatu proses pendidikan persiapan jabatan yang relatif panjang.
§  Para anggota profesi keguruan terpanggil untuk senantiasa menyegarkan serta menambah pengetahuannya
§  Untuk dapat melaksanakan profesi keguruan dengan baik, para anggota harus memiliki kecakapan / keterampilan teknis.
§  Para anggota profesi keguruan perlu memiliki sikap bahwa jaminan tentang hak-hak profesional harus seimbang dan merupakan imbalan dari profesi profesionalnya.
B.     Syarat-syarat Profesi Keguruan
            Menelaah pengertian profesi sebelumnya, dapat dipahami bahwa profesi adalah pekerjaan atau jabatan khusus yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Ciri-ciri utama suatu profesi adalah sebagai berikut:
Ø  Menurut Sanusi, dkk (1991)
1.  Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
2.  Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
3.  Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
Ø  Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan:
1.  Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak  berganti-ganti pekerjaan).
2.  Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
3.  Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
Ø  Arikunto (1998) mengartikan delapan kriteria profesi sebagai berikut:
1.      Mementingkan pelayanan kemanusiaan dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
2.      Memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahlian.
3.      Memiliki kualifikasi tertentu serta mampu mengikuti perkembangan dalam rangka pertumbuhan jabatan,
Ø  Menurut Stinnett dan Liberman sebagai berikut:
1.  Guru lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan dalam mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik daripada kepentingan pribadi.
2.  Agar dapat menjadi guru, seseorang membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pendidikan keguruan, di samping pengetahuan khusus yang mendukung keahlian.
3.  Guru harus memiliki kualifikasi tertentu di bidang keguruan dan pendidikan serta mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan IPTEK sehingga memungkinkan mereka dapat bertumbuh dalam jabatannya.

Ø  National Education Association (Sucipto,kosasi,& Abimanyu,1994) menyusun sejumlah syarat atau kriteria yang mesti ada dalam jabatan guru, yaitu:
1.      Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual 
            Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet dan Huggett, 1963)

2.      Jabatan yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
            Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian meraka yang melindungi masayarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and Levin, 1984). Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mrngajar adalah suatu sains, sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett dan Huggett, 1963). Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Edication Research, misalnya tredapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khusus. Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al., 1991). Sementara itu ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Disamping itu, ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982 dan Woodring, 1983).

3.      Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
            Yang membedakan jabatan profesional dengan nonprofesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/Institut atau melalui pengalam praktek dan pemegang atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui pendidikan perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan untuk jabatan nonprofesional (Ornstein dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia. Anggota kelompok guru dan yang berwenang di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berpendapat bahwa persiapan propesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 diperguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.

Ø  Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1. Prinsip profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut:
1.  Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme.
2.  Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai  dengan bidang tugas. (Sekretariat Negara, 2005: 15)
Ø  Semiawan (1994) mengemukakan tingkat kemampuan profesional guru kedalam tiga kategori, yaitu:
1.      Tenaga profesional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya strata satu kependidikan atau sederajat yang memiliki kewenangan penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionaalnya. Misalnya guru senior membina guru yang lebih junior.
2.      Tenaga semiprofesional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian, maupun pengendalian pengajaran.
3.      Tenaga praprofesional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, penilaian, dan pengendalian pengajaran.

C.    Urgensi Profesionalisme dalam kehidupan
            Pada dasarnya profesionalisme dan sikap profesional itu merupakan motivasi intrinsik yang ada pada diri seseorang sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya menjadi tenaga profesional. Motivasi intrisik tersebut akan berdampak pada munculnya etos kerja yang unggul yang ditunjukkan dalam lima bentuk kerja sebagai berikut:
1.      Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
Berdasarkan kriteria ini, jelas bahwa guru yang memiliki profesional tinggi akan     selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan standar ideal akan mengidentifikasikan dirinya kepada figur yang dipandang memiliki standar ideal
2.      Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional. Perwujudan dilakukan melalui berbagai cara, penampilan, cara bicara, penggunaan bahasa, postur, sikap hidup sehari-hari, hubungan antar pribadi, dan sebagainya.
3.      Memanfaatkan setiap kesempatan pengembangan profesional.
Berdasarkan kriteria ini, para guru diharapkan selalu berusaha mencari dan memanfaatkan kesempatan yang dapat mengembangkan profesinya. Berbagai kesempatan yang dapat dimanfaatkan antara lain: (a) mengikuti kegiatan ilmiah seperti lokakarya, seminar, dan sebagainya, (b) mengikuti penataran atau pendidikan lanjutan, (c) melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, (d) menelaah kepustakaan, membuat karya ilmiah, serta (e) memasuki organisasi profesi.

4.      Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi.
Hal ini mengandung makna bahwa profesionalisme yang tinggi ditunjukkan dengan adanya upaya untuk selalu mencapai kualitas dan cita-cita sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu aktif dalam seluruh kegiatan dan perilakunya untuk menghasilkan kualitas yang ideal. Secara kritis, ia akan selalu mencari dan secara aktif selalu memperbaiki diri untuk memperoleh hal-hal yang lebih baik dalam melaksanakan tugasnya.
5.      Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Profesionalisme ditandai dengan kualitas derajat kebanggaan kebanggaan akan profesi yang dipeganggnya. Dalam kaitan ini diharapkan agar para guru memiliki rasa bangga dan percaya diri akan profesinya. Rasa bangga ini ditunjukkan dengan penghargaan akan pengalamannya di masa lalu, berdedikasi tinggi terhadap tugas-tugasnya sekarang, dan meyakini akan potensi dirinya bagi perkembangan di masa depan.

       UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menempatkan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sangat urgen karena berfungsi untuk meningkatkan martabat guru sendiri dan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ini tertera pada Pasal 4: “Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
            Selanjutnya, Pasal 6 menyatakan tujuan menempatkan guru sebagai tenaga profesional, yaitu: “Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, sertamenjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
            Di samping itu, juga PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 2 mempersyaratkan bagi guru profesional memenuhi standar kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. Beberapa masalah yang dihadapi dalam mewujudkan kompetensi guru yang profesional antara lain kurang maksimalnya daya dukung kalangan kependidikan, kurang sarana prasarana, terbatasnya anggraran pendidikan, kurangnya partisipasi masyarakat, serta standarisasi mutu atau proses penilaian yang ditanggapi dengan rasa ketakutan oleh beberapa peserta peningkatan profesi.

BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Profesi adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru merupakan jabatan profesi didasarkan pada UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 7. Di samping itu, juga PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 2 yang mempersyaratkan bagi guru profesional memenuhi standar kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
Profesionalitas seseorang sangat urgen dalam semua segi kehidupan, termasuk dalam jabatan guru, karena akan dapat meningkatkan martabat dan harkat guru di satu sisi, dan pada sisi yang lain akan dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional.

B.       Saran
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa kami tunggu agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi di masa yang akan datang.















DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Makalah Profesi Kependidikan (online). http://blognyamuliadihaneda.blogspot.com. Diakses tanggal 8 November 2012.
Anonym. 2010. Profesi (online). http://biografinanni.blogspot.com/2010/11/konsep-dasar-profesi-guru.html, Diakses tanggal 20  September 2011.
Anonym. 2010. Profesi (online). http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi.  Diakses tanggal 21 Februari 2010.
Anonym. 2011. Hakikat Profesi Kependidikan (online). http://aniendriani.blogspot.com/2011/03/hakekat-profesi-kependidikan.html. diakses tanggal 8 November 2012.
B. Kotten, Natsir. 2012. Profesi Kependidikan, Potret Guru Humanis. Cetakan Pertama. Flores: Nusa Indah
Isnanto, Rizal. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Data PDF.
Mudlofir, Ali. 2012.  Pendidik Profesional. Cetakkan Pertama. Jakarta ; Rajawali Pers
Soetjipto dan Kosasi Raflis. 2004. Profesi Keguruan. Cetakan kedua. Jakarta : Rineka Cipta
Susilowati. 2010. Inisiasi Profesi Keguruan (online). Data PDF.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo, S.L. 2010.  Pengantar Pendidikan. Edisi revisi ke 4. Jakarta: 

0 Response to "Pengertian profesi keguruan"

Post a Comment