Peran agama (islam) dalam kehidupan manusia

A.Peran Agama (Islam) dalam kehidupan sehari hari
‎Perdamaian, kesenangan dan kesedihan sering di rasakan di kalangan Umat ‎Islam, ‎Semua pasti merasakan akan hal itu. akan ‎tetapi lain manusia lain orang artinya, bagai ‎mana ‎kita menanggapi dengan kejadian yang menimpa pada diri kita selaku umat ‎Muslim ‎‎"Innalloha ‎Ma'a shobirin" sesungguhnya Allah bersama orang orang yang sabar. sesungguhnya ‎Islam itu ‎Indah jika kita hendak ‎mampir dan mempelajari tentang islam, karena Islam itu obat ‎untuk ‎segala penyakit, dan jika berbicara secara matematik Islam itu ‎menguntungkan, itu pun ‎jika ‎kita mau berbagi dengan Anak Yatim, Orang Miskin. akan tetapi tidak semua orang Islam ‎bisa ‎merasakan ‎hal itu,  karena mereka sulit dan telah di kelabui setan sehingga merugi. Jika ‎pikiran ‎kita tak tenang dan merasa ada yang mengganggu ‎begitupun juga dengan Penyakit yang ‎tak ‎kunjung sembuh, maka tanya pada Al-qur'an. dan Jika hati tak bisa di ajak ‎kompromi, ‎bahkan ‎untuk melakukan kebaikan juga rasanya sangat sulit silakan tanya pada kematian. ‎karena ‎ketika seseorang ‎meninggal hanya membawa tiga perkara. Ilmu yang bermanfa'at, Anak ‎yang ‎sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya dan ‎sodaqoh jariah (zakat,Infaq ‎dan ‎wakaf) huallahu'alam bissawab.‎
B.‎ Paradigma Ilmu-Ilmu Islami
Sekarang ini yang kita hadapi pada ilmu bukan Islam (ilmu agma atau nonagama). ‎Di ‎Negara kita,perbedaan ini dapat dilihat ‎dari istlah yang diapakai : sekolah agama ‎adalah ‎sekolah-sekolah yang mengajarkan agama (Istilah teknis dipakai adalah ‎Madrasah); ‎sedangkan ‎bagi sekolah yang fokus kajiannya pendidikan umum, istilah teknis yang ‎digunakannya adalah ‎Sekolah. Jadi, di ‎Indonesia antara sekolah dengan Madrasah berbeda, ‎padahal anatara ‎Madrasah(bahasaa arab) dan sekolah ( bahasa Indonesia) ‎hanya berbeda asal-usul ‎bahasa; yang ‎satu bahasa Arab sedangkan yang satu lagi Bahasa Indonesia.‎
Dalam salah satu seminar, Nurcholis Madjid(1998: 3-4) menjelaskan tentang ‎hubungan ‎baik organic antara iman dan ilmu ‎dalam islam. Menurutnya, Ilmu adalah hasil ‎pelaksanaan ‎perintah Tuhan untuk memeperatikan dan memahami alam raya ‎ciptaanNya, ‎sebagai ‎manifetasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Ny ‎ ‎
Garis argumen ini dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof Muslim yang ‎karyanya ‎mempengaruhi dunia pemikiran Eropa ‎yang mendorongnya ke zaman renaissans, ‎dalam ‎makalah nya yang amat penting, fashl al maqal wa taqrirma bain Al hikmah b wa as-‎‎syariah ‎min ittishal.anatara iman dan ilmu tidak terpisahlkan, meskipun dapat dibedakan . Di sisi ‎kata ‎tidak terpisahkan , karena iman ‎tidak saja mendorong  bahkan menghasilkan ilmu, tetapi ‎juga ‎membimbing ilmu dalam dalam bentuk pertimbangan moral dan etis ‎dalam ‎penggunaannya. ‎Meskipun demikian, ilmu berbeda dengan iman karena ilmu bersandar pada ‎observasi terhadap ‎alam dan ‎disusun melalui proses penalaran rasional atau berpikir, sedangkan ‎iman ‎bersandarkan pada sikap membenaran atau mendukung berita ‎yang dibawa oleh ‎para ‎pembawa berita atau yang disbut nabi yang menyampaikan berita kepada ummat ‎manusia ‎saelaku ‎utusan(rasul) Allah.  Memang benar dalam iman juga tersangkut penalaran ‎rasional ‎atau penggunaan akal, tetapi hal ini hanya ‎menyangkut proses pertumbuhannya. Objek ‎iman ‎itu sendiri, seperti kehidupan sesudah mati, jangkauan pengalaman empiris ‎manusia ‎sehingga ‎tidak adanya jalan untuk menerima ada nya kehidupan  sesudah mati tersebut , kecuali ‎dengan ‎mempercayai berita ‎yang disampaikan para rasul.‎
Dalam proses mengenal tuhan, manusia hanya menerima tanda-tanda yang diberikan-‎Nya. ‎Dalam bahasa arab, kata’Ilmu‘ ‎satu akar kata dengan kata‘alam’(bendera ‎atau ‎lambang),(‘’alamah(alamt atau pertanda),dan‘alam (jagad raya, univers).Ketiga ‎harus ‎diketahui ‎atau dimaklumi,yakni menjadi objek pengetahuan.(Nurcholish Madjid, 1998:   1-2).‎
Jagad raya mempunyai makna penting bagi manusia karena nilainya sebagai sesuatu ‎yang ‎diciptakan untuk menopang ‎kebahagiaan hidup manusia. Jagad raya disebut’alam ‎karena ‎fungsinya sebagi petanda kebesaran sang Maha Pencipta, yang ‎merupakan ‎penyingkap ‎sebagian dari rahasia-Nya. Jadi jagad raya disebut’alam karena ia adalah manifetasi ‎Tuhan.‎ ‎
Maka Tuhan adalah sumber pengetahuan manusia melalui wahyu lewat para rasul ‎dan ‎nabi yang harus diterima(dengan ‎iman) dan dipelajari. Sanagt erat kaitannya ‎dengan ‎pandangan ini bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk-Nya yang ‎terbaik;dan ‎dengan ‎begitu , secara logis, jagad raya pun diciptakan-Nya dengan tingkat yang lebih renda ‎daripada ‎manusia.(Nurcholish ‎Madjid, 1998: 2).‎
Hanya sahja, tidak semua manusia dapat membaca tanda-tanda atau alamat yang ‎sudah ‎diberikan Tuhan. Nurcholish ‎Madjid(1998;25) menjelaskan bahwa manusia yang akan ‎mampu ‎menangkap berbagai pertanda Tuhan dalam alam raya ialah
‎1.      Mereka yang berpikiran mendalam (ulu al-albab)‎
‎2.      Mereka yang memiliki kesadaran tujuan dan makna hidup abadi‎
Manusia hendak menyikap rahasia Allah tanda nya berupa jagad raya, ‎menggunakan ‎perangkat berupa ilmu ilmu fisik, seperti ‎ilmu fisika, kimia, geografi, geologi, ‎astronomi dan ‎falaq. Manusia hendak nya  memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah  yaitu ‎berupa ‎manusia, ‎yang akan menghasilkan berbagai ilmu. Dari segi fisik, pendalaman terhadap ‎struktur tubuh ‎manusia melahirkan ilmu biologi ‎dan kedokteran. Sedangkan aspek psikis ‎manusia ‎memunculkan ilmu psikologi.  Apabila di kaji secara kolegtif atau kelompok, ‎kajian ‎terhadap ‎manusia menghasilkan ilmu sosiologi, ilmu lingkungan, komunikasi, hukum, ekonomi, ‎sejarah, ‎dan politik.‎
Ketika menyikapi dari segi wahyu, maka akan muncul ilmu-ilmu keagamaan ‎seperti ‎ulumul qur’an, ulumul hadits, tafsir, figh, ‎ilmu kalam, dan tasauf. Dengan demikian ‎jalur ‎manapun yang di gunakan manusia dalam menyikap tabir kekuasaan Nya, ‎akan ‎melahirkan ‎manusia yang akan dekat dengan Allah. Paradigma ini merupakan jawaban terhadap ‎di katomi ‎ilmu agama denga ‎non agama. Pada dasar nya, ilmu agama dan non agama hanya dapat ‎di ‎bedakan untuk kepentingan analisis, bukan untuk dipisahkan ‎apalagi di pertentangkan. ‎Dalam ‎sejarah tercatat ulama mendalami agama dapat menjadi filosof dan dokter, seperti ‎ibnusina. ‎Diatas ‎telah di jelaskan mengenai peran islam dalam pengembangan ilmu-ilmu ekseta di ‎antara ‎nya terhadap metemeteka, astronomi, kimia, ‎dan optik.5‎
C.‎ Islam dan Dunia Kontemporer
‎1.‎ Islam dan Tradisi di Indonesia Sekarang
Dunia kontemporer Islam atau dunia pembaruan Islam adalah upaya-upaya ‎untuk ‎menyesuaikan paham keagamaan Islam ‎dengan perkembangan baru yang ‎ditimbulkan ‎kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.‎
Islam telah ada di Indonesia sejak adanya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu ‎di ‎Aceh yang dikenal dengan kerajaan ‎Samudera Pasai. Meskipun Islam telah lama kita ‎ketahui dan ‎anut, tetapi pengamalan agamanya masih sinkretik,yaitu masih ‎bercampur dengan ‎budaya lokal. ‎Muhammad Abduh,salah seorang pembahru dari Mesir, sebagaimana ‎dikemukakan Harun ‎Nasution, ‎misalnya mengemukakan ide-ide pembaruan antara lain dengan ‎cara menghilangkan ‎bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam, ‎kembali pada ajaran Islam yang ‎sebenarnya, dibuka ‎kembali pintu ijtihad, menghargai pendapat akal, dan menghilangkan ‎sifat ‎dualism (dalam bidang ‎pendidikan).‎
Sementara itu Sayid Ahmad Khan, salah seorang tokoh pembaharu dari India, ‎dalam ‎Abuddin Nata (378-380) berpendapat ‎bahwa untuk mencapai kemajuan perlu percaya ‎bahwa ‎hukum alam dengan wahyu yang ada dalam Al-Quran tidak bertentangan, ‎karena ‎keduanya ‎berasal dari Tuhan, dan perlu dihilangkan paham taklid diganti dengan paham ijtihad.‎
Yang menjadi persoalan adalah apakah budaya yang dilakukan oleh para pendahulu kita ‎sesuai ‎dengan ajaran Islam yang ‎sebenarnya atau tidak, seperti budaya slametan yang ‎berhubungan ‎dengan kelahiran, contoh: tingkeban, brokokan, pasaran, pitonan, ‎telonan, ‎selapanan, dan ‎taunan (Cliford Geerta dalam Atang dan Mubarok, 2010: 190).‎
Selain itu masih banyak lagi budaya yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu, ‎yang ‎faktanya hingga sekarang masih ‎terdapat masyarakat Islam yang mengamalkan ‎budaya ‎tersebut. Meskipun zaman sudah modern,tetapi sebagian dari mereka ‎enggan ‎melepaskan ‎budaya leluhur mereka. Karena mereka menganggap bahwa budaya itu harus ‎tetap ‎dilestarikan, meskipun banyak ‎lembaga yang tidak sepakat dengan pengamalan ‎budaya ‎tersebut. Contoh: Muhammadiyah dan Persis, yang berusaha melakukan ‎pembaruan ‎dengan ‎melepaskan umat dari pengaruh-pengaruh non-Islam, akan tetapi gerakan ini ‎mendapat ‎tantangan dari kalangan ‎Nahdliyyin yang tetap pada pendiriannya dalam ‎melestarikan ‎kebudayaan leluhur mereka (Atang dan Mubarok, 2010: 191).‎
Kategorisasinya yang banyak di kritik banyak penelitian sesudahnya ‎adalah ‎priyayi,santri,dan abangan.Kategorisasi tersebut ‎di pandang “ keliru “ karena patokan ‎‎(ugeran) ‎yang di gunakan di nilai tidak konsisten.Priyayi tidaklah sama dengan kategori ‎santri ‎dan ‎abangan.Priyayi adalah kelas sosial yang lawannya adalah wong cilik atau proletar.Oleh ‎karena ‎itu,baik dalam golongan ‎santri maupun dalam golongan abangan terdapat priyayi ‎‎(elite) ‎maupun wong cilik.Kritik tersebut ,antara lain di kemukakan oleh Zaini ‎Muchtarom ‎dalam ‎karyanya,santridan abangan di Jawa (1988).‎
Paling tidak,di Indonesia terdapat dua penelitian yang di lakukan secara mendalam  ‎yang ‎menjelaskan hubungan tradisi lokal ‎dengan islam.Pertama,penelitian yang di lakukan ‎Clifford ‎Geertz di Mojokuto yang hasil penelitiannya pertama kali di terbitkan di ‎Amerika ‎pada tahun ‎‎1960.Kedua,penelitian yang di lakukan oleh Howard M. Federspiel tentang ‎persatuaan islam ‎‎(PERSIS) yang di ‎terbitkan di New York pada (1970).Buku yang kedua ni ‎telah di alih ‎bahasakan kedalam bahasa Indonesia oleh Yudian W.Asmin dan ‎Afandi Mochtar ‎dengan judul ‎Persatuan Islam : pembaharuan islam di indonesia abad XX (1996).‎
Sebenarnya Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk melakukan ‎aqiqah, ‎jika lahirnya anak dari pernikahan ‎suami dan istri, dan itu pun hukumnya sunnah, ‎dilaksanakan ‎ketika bayi berusia tujuh hari dari kelahirannya, untuk bayi laki-laki ‎aqiqahnya ‎menyembelih ‎dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi perempuan aqiqahnya dengan ‎menyembelih seekor ‎saja. Tapi yang ‎menjadi pertanyaan mengapa para pendahulu kita ‎mengadakan budaya ‎slametan kelahiran anak yang begitu banyak sebagaimana ‎yang telah ‎diuraikan sebelumnya. ‎Padahal Nabi SAW menganjurakan hanya satu kali slametan, yaitu aqiqah. ‎Terlihatlah bahwa ‎Islam ‎menganugerahkan kemudahan pada penganutnya.‎
Akan tetapi kebudayaan leluhur tersebut bisa dilestarikan, apabila forumnya ‎bertujuan ‎untuk shodaqoh dan bukan atas dasr ‎kepercayaan pada hal-hal yang mistis, misalkan: ‎‎“wah ‎jika tidak melakukan tingkeban, brokokan, pasaran, dan pitonan nanti sang ‎bayi ‎akan ‎diganggu oleh lelembut niiiih”. Yang akhirnya memaksa untuk menerapkan budaya ‎itu ‎meskipun keadaan ekonomi keluarga ‎itu minimum. Padahal amalan yang terbaik ketika ‎hamil ‎adalah sholat, membaca dan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran pun ‎sudah ‎cukup. ‎Jika dikaji lebih mendalam, Al-Quran sangat berpengaruh besar dalam perkembangan ‎janin.‎
Dengan adanya pertikaian amalan budaya ini, maka lahirlah dua kaum, yaitu kaum ‎tua ‎yang cenderung statis, tidak mau ‎mengalami perubahan dalam suatu ajaran. Menurut ‎Howard ‎M. Federspiel dalam Atang dan Mubarok (2010: 192-193) kaum tua ‎meyakini ‎bahwa ‎kebenaran yang dilakukan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman klasik dan ‎zaman ‎pertengahan tidak berubah, ‎sehingga kebenarannya tidak perlu dikaji ulang, mereka ‎menuduh ‎bahwa orang-orang yang menentang mereka adalah orang kafir dan ‎terkutuk, dan ‎mereka yang ‎tertuduh adalah kaum muda. Jadi sudah jelas bahwa kaum muda adalah kaum ‎yang ‎mendukung ‎perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik di nusantara.‎
Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern) dan tidak lama lagi ‎akan ‎memasuki milenium ketiga ‎‎,keberagaman kita tidak sepenuhnya dapat lepas dari ‎pengaruh ‎sinkretik yang di wariskan oleh para pendahulu kita.Secara ‎kelembagaan ‎‎,Muhamadiyyah dan ‎Persis berusaha melakukan pembaruan dengan melepaskan umat dari ‎pengaruh-pengaruh non-‎‎islam.Akan tetapi,gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan ‎nahdliyin (NU) yang cenderung ‎mentolelir dan melestarikan ‎kebiasaan-kebiasaan tersebut.‎
Dalam merespons tradisi yang berkembang di masyarakat,secara umum,umat islam ‎di ‎bedakan menjadi dua :‎
‎1.Kaum Tua‎
‎2.Kaum Muda‎
‎    Kaum muda adalah ulama pendukung perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran ‎dan ‎praktik keagamaan di ‎Nusantara,sedangkan Kaum Tua adalah ulama yang ‎menentang ‎perubahan-perubahan yang di kembangkan Kaum Muda dan ‎mempertahankan ‎sistem ‎keagamaan di indonesia yang di nilai telah mapan.‎
‎   Kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang di kemukakan dalam ajaran-ajaran ‎ulama ‎besar  zaman klasik dan zaman ‎pertengahan,seperti al-ghazali,al-Asy’ari,dan al-Maturidi ‎dalam ‎bidang teologi,dan imam-imam dari mazhab-mazhab besar dalam ‎bidang hukum islam ‎tidak ‎berubah.Bagi kaum tua kebenaran tidak perlu di kaji ulang,sebab kebenaran tidak pernah ‎di ‎ubah karena ‎perubahan waktu dan kondisi (HOWARD M.Federspiel,1996 : 60). Kaum ‎Tua ‎menegaskan bahwa agama di pelajari melalui hafalan-‎hafalan di pondok pesantren,ia tidak ‎bisa ‎salah dan tidak boleh di tundukan oleh penelitian akal.‎
‎   Sedangkan kaum muda bersikap sebaliknya,mereka menentang keras praktik-‎praktik ‎tasawuf,ketaatan,kepada mazhab-‎mazhab teologi  dan hukum islam,upacara ritual yang ‎tidak ‎otoritatif,dan do’a yang di maksudkan untuk mengantarkan roh yang baru ‎meninggal dunia .‎

0 Response to "Peran agama (islam) dalam kehidupan manusia"

Post a Comment