A.Peran Agama (Islam) dalam kehidupan sehari hari
Perdamaian, kesenangan dan kesedihan sering di rasakan di kalangan Umat Islam, Semua pasti merasakan akan hal itu. akan tetapi lain manusia lain orang artinya, bagai mana kita menanggapi dengan kejadian yang menimpa pada diri kita selaku umat Muslim "Innalloha Ma'a shobirin" sesungguhnya Allah bersama orang orang yang sabar. sesungguhnya Islam itu Indah jika kita hendak mampir dan mempelajari tentang islam, karena Islam itu obat untuk segala penyakit, dan jika berbicara secara matematik Islam itu menguntungkan, itu pun jika kita mau berbagi dengan Anak Yatim, Orang Miskin. akan tetapi tidak semua orang Islam bisa merasakan hal itu, karena mereka sulit dan telah di kelabui setan sehingga merugi. Jika pikiran kita tak tenang dan merasa ada yang mengganggu begitupun juga dengan Penyakit yang tak kunjung sembuh, maka tanya pada Al-qur'an. dan Jika hati tak bisa di ajak kompromi, bahkan untuk melakukan kebaikan juga rasanya sangat sulit silakan tanya pada kematian. karena ketika seseorang meninggal hanya membawa tiga perkara. Ilmu yang bermanfa'at, Anak yang sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya dan sodaqoh jariah (zakat,Infaq dan wakaf) huallahu'alam bissawab.
B. Paradigma Ilmu-Ilmu Islami
Sekarang ini yang kita hadapi pada ilmu bukan Islam (ilmu agma atau nonagama). Di Negara kita,perbedaan ini dapat dilihat dari istlah yang diapakai : sekolah agama adalah sekolah-sekolah yang mengajarkan agama (Istilah teknis dipakai adalah Madrasah); sedangkan bagi sekolah yang fokus kajiannya pendidikan umum, istilah teknis yang digunakannya adalah Sekolah. Jadi, di Indonesia antara sekolah dengan Madrasah berbeda, padahal anatara Madrasah(bahasaa arab) dan sekolah ( bahasa Indonesia) hanya berbeda asal-usul bahasa; yang satu bahasa Arab sedangkan yang satu lagi Bahasa Indonesia.
Dalam salah satu seminar, Nurcholis Madjid(1998: 3-4) menjelaskan tentang hubungan baik organic antara iman dan ilmu dalam islam. Menurutnya, Ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memeperatikan dan memahami alam raya ciptaanNya, sebagai manifetasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Ny
Garis argumen ini dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof Muslim yang karyanya mempengaruhi dunia pemikiran Eropa yang mendorongnya ke zaman renaissans, dalam makalah nya yang amat penting, fashl al maqal wa taqrirma bain Al hikmah b wa as-syariah min ittishal.anatara iman dan ilmu tidak terpisahlkan, meskipun dapat dibedakan . Di sisi kata tidak terpisahkan , karena iman tidak saja mendorong bahkan menghasilkan ilmu, tetapi juga membimbing ilmu dalam dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya. Meskipun demikian, ilmu berbeda dengan iman karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses penalaran rasional atau berpikir, sedangkan iman bersandarkan pada sikap membenaran atau mendukung berita yang dibawa oleh para pembawa berita atau yang disbut nabi yang menyampaikan berita kepada ummat manusia saelaku utusan(rasul) Allah. Memang benar dalam iman juga tersangkut penalaran rasional atau penggunaan akal, tetapi hal ini hanya menyangkut proses pertumbuhannya. Objek iman itu sendiri, seperti kehidupan sesudah mati, jangkauan pengalaman empiris manusia sehingga tidak adanya jalan untuk menerima ada nya kehidupan sesudah mati tersebut , kecuali dengan mempercayai berita yang disampaikan para rasul.
Dalam proses mengenal tuhan, manusia hanya menerima tanda-tanda yang diberikan-Nya. Dalam bahasa arab, kata’Ilmu‘ satu akar kata dengan kata‘alam’(bendera atau lambang),(‘’alamah(alamt atau pertanda),dan‘alam (jagad raya, univers).Ketiga harus diketahui atau dimaklumi,yakni menjadi objek pengetahuan.(Nurcholish Madjid, 1998: 1-2).
Jagad raya mempunyai makna penting bagi manusia karena nilainya sebagai sesuatu yang diciptakan untuk menopang kebahagiaan hidup manusia. Jagad raya disebut’alam karena fungsinya sebagi petanda kebesaran sang Maha Pencipta, yang merupakan penyingkap sebagian dari rahasia-Nya. Jadi jagad raya disebut’alam karena ia adalah manifetasi Tuhan.
Maka Tuhan adalah sumber pengetahuan manusia melalui wahyu lewat para rasul dan nabi yang harus diterima(dengan iman) dan dipelajari. Sanagt erat kaitannya dengan pandangan ini bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk-Nya yang terbaik;dan dengan begitu , secara logis, jagad raya pun diciptakan-Nya dengan tingkat yang lebih renda daripada manusia.(Nurcholish Madjid, 1998: 2).
Hanya sahja, tidak semua manusia dapat membaca tanda-tanda atau alamat yang sudah diberikan Tuhan. Nurcholish Madjid(1998;25) menjelaskan bahwa manusia yang akan mampu menangkap berbagai pertanda Tuhan dalam alam raya ialah
1. Mereka yang berpikiran mendalam (ulu al-albab)
2. Mereka yang memiliki kesadaran tujuan dan makna hidup abadi
Manusia hendak menyikap rahasia Allah tanda nya berupa jagad raya, menggunakan perangkat berupa ilmu ilmu fisik, seperti ilmu fisika, kimia, geografi, geologi, astronomi dan falaq. Manusia hendak nya memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yaitu berupa manusia, yang akan menghasilkan berbagai ilmu. Dari segi fisik, pendalaman terhadap struktur tubuh manusia melahirkan ilmu biologi dan kedokteran. Sedangkan aspek psikis manusia memunculkan ilmu psikologi. Apabila di kaji secara kolegtif atau kelompok, kajian terhadap manusia menghasilkan ilmu sosiologi, ilmu lingkungan, komunikasi, hukum, ekonomi, sejarah, dan politik.
Ketika menyikapi dari segi wahyu, maka akan muncul ilmu-ilmu keagamaan seperti ulumul qur’an, ulumul hadits, tafsir, figh, ilmu kalam, dan tasauf. Dengan demikian jalur manapun yang di gunakan manusia dalam menyikap tabir kekuasaan Nya, akan melahirkan manusia yang akan dekat dengan Allah. Paradigma ini merupakan jawaban terhadap di katomi ilmu agama denga non agama. Pada dasar nya, ilmu agama dan non agama hanya dapat di bedakan untuk kepentingan analisis, bukan untuk dipisahkan apalagi di pertentangkan. Dalam sejarah tercatat ulama mendalami agama dapat menjadi filosof dan dokter, seperti ibnusina. Diatas telah di jelaskan mengenai peran islam dalam pengembangan ilmu-ilmu ekseta di antara nya terhadap metemeteka, astronomi, kimia, dan optik.5
C. Islam dan Dunia Kontemporer
1. Islam dan Tradisi di Indonesia Sekarang
Dunia kontemporer Islam atau dunia pembaruan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Islam telah ada di Indonesia sejak adanya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu di Aceh yang dikenal dengan kerajaan Samudera Pasai. Meskipun Islam telah lama kita ketahui dan anut, tetapi pengamalan agamanya masih sinkretik,yaitu masih bercampur dengan budaya lokal. Muhammad Abduh,salah seorang pembahru dari Mesir, sebagaimana dikemukakan Harun Nasution, misalnya mengemukakan ide-ide pembaruan antara lain dengan cara menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam, kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka kembali pintu ijtihad, menghargai pendapat akal, dan menghilangkan sifat dualism (dalam bidang pendidikan).
Sementara itu Sayid Ahmad Khan, salah seorang tokoh pembaharu dari India, dalam Abuddin Nata (378-380) berpendapat bahwa untuk mencapai kemajuan perlu percaya bahwa hukum alam dengan wahyu yang ada dalam Al-Quran tidak bertentangan, karena keduanya berasal dari Tuhan, dan perlu dihilangkan paham taklid diganti dengan paham ijtihad.
Yang menjadi persoalan adalah apakah budaya yang dilakukan oleh para pendahulu kita sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya atau tidak, seperti budaya slametan yang berhubungan dengan kelahiran, contoh: tingkeban, brokokan, pasaran, pitonan, telonan, selapanan, dan taunan (Cliford Geerta dalam Atang dan Mubarok, 2010: 190).
Selain itu masih banyak lagi budaya yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu, yang faktanya hingga sekarang masih terdapat masyarakat Islam yang mengamalkan budaya tersebut. Meskipun zaman sudah modern,tetapi sebagian dari mereka enggan melepaskan budaya leluhur mereka. Karena mereka menganggap bahwa budaya itu harus tetap dilestarikan, meskipun banyak lembaga yang tidak sepakat dengan pengamalan budaya tersebut. Contoh: Muhammadiyah dan Persis, yang berusaha melakukan pembaruan dengan melepaskan umat dari pengaruh-pengaruh non-Islam, akan tetapi gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan Nahdliyyin yang tetap pada pendiriannya dalam melestarikan kebudayaan leluhur mereka (Atang dan Mubarok, 2010: 191).
Kategorisasinya yang banyak di kritik banyak penelitian sesudahnya adalah priyayi,santri,dan abangan.Kategorisasi tersebut di pandang “ keliru “ karena patokan (ugeran) yang di gunakan di nilai tidak konsisten.Priyayi tidaklah sama dengan kategori santri dan abangan.Priyayi adalah kelas sosial yang lawannya adalah wong cilik atau proletar.Oleh karena itu,baik dalam golongan santri maupun dalam golongan abangan terdapat priyayi (elite) maupun wong cilik.Kritik tersebut ,antara lain di kemukakan oleh Zaini Muchtarom dalam karyanya,santridan abangan di Jawa (1988).
Paling tidak,di Indonesia terdapat dua penelitian yang di lakukan secara mendalam yang menjelaskan hubungan tradisi lokal dengan islam.Pertama,penelitian yang di lakukan Clifford Geertz di Mojokuto yang hasil penelitiannya pertama kali di terbitkan di Amerika pada tahun 1960.Kedua,penelitian yang di lakukan oleh Howard M. Federspiel tentang persatuaan islam (PERSIS) yang di terbitkan di New York pada (1970).Buku yang kedua ni telah di alih bahasakan kedalam bahasa Indonesia oleh Yudian W.Asmin dan Afandi Mochtar dengan judul Persatuan Islam : pembaharuan islam di indonesia abad XX (1996).
Sebenarnya Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk melakukan aqiqah, jika lahirnya anak dari pernikahan suami dan istri, dan itu pun hukumnya sunnah, dilaksanakan ketika bayi berusia tujuh hari dari kelahirannya, untuk bayi laki-laki aqiqahnya menyembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi perempuan aqiqahnya dengan menyembelih seekor saja. Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa para pendahulu kita mengadakan budaya slametan kelahiran anak yang begitu banyak sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Padahal Nabi SAW menganjurakan hanya satu kali slametan, yaitu aqiqah. Terlihatlah bahwa Islam menganugerahkan kemudahan pada penganutnya.
Akan tetapi kebudayaan leluhur tersebut bisa dilestarikan, apabila forumnya bertujuan untuk shodaqoh dan bukan atas dasr kepercayaan pada hal-hal yang mistis, misalkan: “wah jika tidak melakukan tingkeban, brokokan, pasaran, dan pitonan nanti sang bayi akan diganggu oleh lelembut niiiih”. Yang akhirnya memaksa untuk menerapkan budaya itu meskipun keadaan ekonomi keluarga itu minimum. Padahal amalan yang terbaik ketika hamil adalah sholat, membaca dan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran pun sudah cukup. Jika dikaji lebih mendalam, Al-Quran sangat berpengaruh besar dalam perkembangan janin.
Dengan adanya pertikaian amalan budaya ini, maka lahirlah dua kaum, yaitu kaum tua yang cenderung statis, tidak mau mengalami perubahan dalam suatu ajaran. Menurut Howard M. Federspiel dalam Atang dan Mubarok (2010: 192-193) kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang dilakukan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman klasik dan zaman pertengahan tidak berubah, sehingga kebenarannya tidak perlu dikaji ulang, mereka menuduh bahwa orang-orang yang menentang mereka adalah orang kafir dan terkutuk, dan mereka yang tertuduh adalah kaum muda. Jadi sudah jelas bahwa kaum muda adalah kaum yang mendukung perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik di nusantara.
Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern) dan tidak lama lagi akan memasuki milenium ketiga ,keberagaman kita tidak sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang di wariskan oleh para pendahulu kita.Secara kelembagaan ,Muhamadiyyah dan Persis berusaha melakukan pembaruan dengan melepaskan umat dari pengaruh-pengaruh non-islam.Akan tetapi,gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan nahdliyin (NU) yang cenderung mentolelir dan melestarikan kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Dalam merespons tradisi yang berkembang di masyarakat,secara umum,umat islam di bedakan menjadi dua :
1.Kaum Tua
2.Kaum Muda
Kaum muda adalah ulama pendukung perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik keagamaan di Nusantara,sedangkan Kaum Tua adalah ulama yang menentang perubahan-perubahan yang di kembangkan Kaum Muda dan mempertahankan sistem keagamaan di indonesia yang di nilai telah mapan.
Kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang di kemukakan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman klasik dan zaman pertengahan,seperti al-ghazali,al-Asy’ari,dan al-Maturidi dalam bidang teologi,dan imam-imam dari mazhab-mazhab besar dalam bidang hukum islam tidak berubah.Bagi kaum tua kebenaran tidak perlu di kaji ulang,sebab kebenaran tidak pernah di ubah karena perubahan waktu dan kondisi (HOWARD M.Federspiel,1996 : 60). Kaum Tua menegaskan bahwa agama di pelajari melalui hafalan-hafalan di pondok pesantren,ia tidak bisa salah dan tidak boleh di tundukan oleh penelitian akal.
Sedangkan kaum muda bersikap sebaliknya,mereka menentang keras praktik-praktik tasawuf,ketaatan,kepada mazhab-mazhab teologi dan hukum islam,upacara ritual yang tidak otoritatif,dan do’a yang di maksudkan untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia .
Perdamaian, kesenangan dan kesedihan sering di rasakan di kalangan Umat Islam, Semua pasti merasakan akan hal itu. akan tetapi lain manusia lain orang artinya, bagai mana kita menanggapi dengan kejadian yang menimpa pada diri kita selaku umat Muslim "Innalloha Ma'a shobirin" sesungguhnya Allah bersama orang orang yang sabar. sesungguhnya Islam itu Indah jika kita hendak mampir dan mempelajari tentang islam, karena Islam itu obat untuk segala penyakit, dan jika berbicara secara matematik Islam itu menguntungkan, itu pun jika kita mau berbagi dengan Anak Yatim, Orang Miskin. akan tetapi tidak semua orang Islam bisa merasakan hal itu, karena mereka sulit dan telah di kelabui setan sehingga merugi. Jika pikiran kita tak tenang dan merasa ada yang mengganggu begitupun juga dengan Penyakit yang tak kunjung sembuh, maka tanya pada Al-qur'an. dan Jika hati tak bisa di ajak kompromi, bahkan untuk melakukan kebaikan juga rasanya sangat sulit silakan tanya pada kematian. karena ketika seseorang meninggal hanya membawa tiga perkara. Ilmu yang bermanfa'at, Anak yang sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya dan sodaqoh jariah (zakat,Infaq dan wakaf) huallahu'alam bissawab.
B. Paradigma Ilmu-Ilmu Islami
Sekarang ini yang kita hadapi pada ilmu bukan Islam (ilmu agma atau nonagama). Di Negara kita,perbedaan ini dapat dilihat dari istlah yang diapakai : sekolah agama adalah sekolah-sekolah yang mengajarkan agama (Istilah teknis dipakai adalah Madrasah); sedangkan bagi sekolah yang fokus kajiannya pendidikan umum, istilah teknis yang digunakannya adalah Sekolah. Jadi, di Indonesia antara sekolah dengan Madrasah berbeda, padahal anatara Madrasah(bahasaa arab) dan sekolah ( bahasa Indonesia) hanya berbeda asal-usul bahasa; yang satu bahasa Arab sedangkan yang satu lagi Bahasa Indonesia.
Dalam salah satu seminar, Nurcholis Madjid(1998: 3-4) menjelaskan tentang hubungan baik organic antara iman dan ilmu dalam islam. Menurutnya, Ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memeperatikan dan memahami alam raya ciptaanNya, sebagai manifetasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Ny
Garis argumen ini dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof Muslim yang karyanya mempengaruhi dunia pemikiran Eropa yang mendorongnya ke zaman renaissans, dalam makalah nya yang amat penting, fashl al maqal wa taqrirma bain Al hikmah b wa as-syariah min ittishal.anatara iman dan ilmu tidak terpisahlkan, meskipun dapat dibedakan . Di sisi kata tidak terpisahkan , karena iman tidak saja mendorong bahkan menghasilkan ilmu, tetapi juga membimbing ilmu dalam dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya. Meskipun demikian, ilmu berbeda dengan iman karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses penalaran rasional atau berpikir, sedangkan iman bersandarkan pada sikap membenaran atau mendukung berita yang dibawa oleh para pembawa berita atau yang disbut nabi yang menyampaikan berita kepada ummat manusia saelaku utusan(rasul) Allah. Memang benar dalam iman juga tersangkut penalaran rasional atau penggunaan akal, tetapi hal ini hanya menyangkut proses pertumbuhannya. Objek iman itu sendiri, seperti kehidupan sesudah mati, jangkauan pengalaman empiris manusia sehingga tidak adanya jalan untuk menerima ada nya kehidupan sesudah mati tersebut , kecuali dengan mempercayai berita yang disampaikan para rasul.
Dalam proses mengenal tuhan, manusia hanya menerima tanda-tanda yang diberikan-Nya. Dalam bahasa arab, kata’Ilmu‘ satu akar kata dengan kata‘alam’(bendera atau lambang),(‘’alamah(alamt atau pertanda),dan‘alam (jagad raya, univers).Ketiga harus diketahui atau dimaklumi,yakni menjadi objek pengetahuan.(Nurcholish Madjid, 1998: 1-2).
Jagad raya mempunyai makna penting bagi manusia karena nilainya sebagai sesuatu yang diciptakan untuk menopang kebahagiaan hidup manusia. Jagad raya disebut’alam karena fungsinya sebagi petanda kebesaran sang Maha Pencipta, yang merupakan penyingkap sebagian dari rahasia-Nya. Jadi jagad raya disebut’alam karena ia adalah manifetasi Tuhan.
Maka Tuhan adalah sumber pengetahuan manusia melalui wahyu lewat para rasul dan nabi yang harus diterima(dengan iman) dan dipelajari. Sanagt erat kaitannya dengan pandangan ini bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk-Nya yang terbaik;dan dengan begitu , secara logis, jagad raya pun diciptakan-Nya dengan tingkat yang lebih renda daripada manusia.(Nurcholish Madjid, 1998: 2).
Hanya sahja, tidak semua manusia dapat membaca tanda-tanda atau alamat yang sudah diberikan Tuhan. Nurcholish Madjid(1998;25) menjelaskan bahwa manusia yang akan mampu menangkap berbagai pertanda Tuhan dalam alam raya ialah
1. Mereka yang berpikiran mendalam (ulu al-albab)
2. Mereka yang memiliki kesadaran tujuan dan makna hidup abadi
Manusia hendak menyikap rahasia Allah tanda nya berupa jagad raya, menggunakan perangkat berupa ilmu ilmu fisik, seperti ilmu fisika, kimia, geografi, geologi, astronomi dan falaq. Manusia hendak nya memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yaitu berupa manusia, yang akan menghasilkan berbagai ilmu. Dari segi fisik, pendalaman terhadap struktur tubuh manusia melahirkan ilmu biologi dan kedokteran. Sedangkan aspek psikis manusia memunculkan ilmu psikologi. Apabila di kaji secara kolegtif atau kelompok, kajian terhadap manusia menghasilkan ilmu sosiologi, ilmu lingkungan, komunikasi, hukum, ekonomi, sejarah, dan politik.
Ketika menyikapi dari segi wahyu, maka akan muncul ilmu-ilmu keagamaan seperti ulumul qur’an, ulumul hadits, tafsir, figh, ilmu kalam, dan tasauf. Dengan demikian jalur manapun yang di gunakan manusia dalam menyikap tabir kekuasaan Nya, akan melahirkan manusia yang akan dekat dengan Allah. Paradigma ini merupakan jawaban terhadap di katomi ilmu agama denga non agama. Pada dasar nya, ilmu agama dan non agama hanya dapat di bedakan untuk kepentingan analisis, bukan untuk dipisahkan apalagi di pertentangkan. Dalam sejarah tercatat ulama mendalami agama dapat menjadi filosof dan dokter, seperti ibnusina. Diatas telah di jelaskan mengenai peran islam dalam pengembangan ilmu-ilmu ekseta di antara nya terhadap metemeteka, astronomi, kimia, dan optik.5
C. Islam dan Dunia Kontemporer
1. Islam dan Tradisi di Indonesia Sekarang
Dunia kontemporer Islam atau dunia pembaruan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Islam telah ada di Indonesia sejak adanya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu di Aceh yang dikenal dengan kerajaan Samudera Pasai. Meskipun Islam telah lama kita ketahui dan anut, tetapi pengamalan agamanya masih sinkretik,yaitu masih bercampur dengan budaya lokal. Muhammad Abduh,salah seorang pembahru dari Mesir, sebagaimana dikemukakan Harun Nasution, misalnya mengemukakan ide-ide pembaruan antara lain dengan cara menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam, kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka kembali pintu ijtihad, menghargai pendapat akal, dan menghilangkan sifat dualism (dalam bidang pendidikan).
Sementara itu Sayid Ahmad Khan, salah seorang tokoh pembaharu dari India, dalam Abuddin Nata (378-380) berpendapat bahwa untuk mencapai kemajuan perlu percaya bahwa hukum alam dengan wahyu yang ada dalam Al-Quran tidak bertentangan, karena keduanya berasal dari Tuhan, dan perlu dihilangkan paham taklid diganti dengan paham ijtihad.
Yang menjadi persoalan adalah apakah budaya yang dilakukan oleh para pendahulu kita sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya atau tidak, seperti budaya slametan yang berhubungan dengan kelahiran, contoh: tingkeban, brokokan, pasaran, pitonan, telonan, selapanan, dan taunan (Cliford Geerta dalam Atang dan Mubarok, 2010: 190).
Selain itu masih banyak lagi budaya yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu, yang faktanya hingga sekarang masih terdapat masyarakat Islam yang mengamalkan budaya tersebut. Meskipun zaman sudah modern,tetapi sebagian dari mereka enggan melepaskan budaya leluhur mereka. Karena mereka menganggap bahwa budaya itu harus tetap dilestarikan, meskipun banyak lembaga yang tidak sepakat dengan pengamalan budaya tersebut. Contoh: Muhammadiyah dan Persis, yang berusaha melakukan pembaruan dengan melepaskan umat dari pengaruh-pengaruh non-Islam, akan tetapi gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan Nahdliyyin yang tetap pada pendiriannya dalam melestarikan kebudayaan leluhur mereka (Atang dan Mubarok, 2010: 191).
Kategorisasinya yang banyak di kritik banyak penelitian sesudahnya adalah priyayi,santri,dan abangan.Kategorisasi tersebut di pandang “ keliru “ karena patokan (ugeran) yang di gunakan di nilai tidak konsisten.Priyayi tidaklah sama dengan kategori santri dan abangan.Priyayi adalah kelas sosial yang lawannya adalah wong cilik atau proletar.Oleh karena itu,baik dalam golongan santri maupun dalam golongan abangan terdapat priyayi (elite) maupun wong cilik.Kritik tersebut ,antara lain di kemukakan oleh Zaini Muchtarom dalam karyanya,santridan abangan di Jawa (1988).
Paling tidak,di Indonesia terdapat dua penelitian yang di lakukan secara mendalam yang menjelaskan hubungan tradisi lokal dengan islam.Pertama,penelitian yang di lakukan Clifford Geertz di Mojokuto yang hasil penelitiannya pertama kali di terbitkan di Amerika pada tahun 1960.Kedua,penelitian yang di lakukan oleh Howard M. Federspiel tentang persatuaan islam (PERSIS) yang di terbitkan di New York pada (1970).Buku yang kedua ni telah di alih bahasakan kedalam bahasa Indonesia oleh Yudian W.Asmin dan Afandi Mochtar dengan judul Persatuan Islam : pembaharuan islam di indonesia abad XX (1996).
Sebenarnya Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk melakukan aqiqah, jika lahirnya anak dari pernikahan suami dan istri, dan itu pun hukumnya sunnah, dilaksanakan ketika bayi berusia tujuh hari dari kelahirannya, untuk bayi laki-laki aqiqahnya menyembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi perempuan aqiqahnya dengan menyembelih seekor saja. Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa para pendahulu kita mengadakan budaya slametan kelahiran anak yang begitu banyak sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Padahal Nabi SAW menganjurakan hanya satu kali slametan, yaitu aqiqah. Terlihatlah bahwa Islam menganugerahkan kemudahan pada penganutnya.
Akan tetapi kebudayaan leluhur tersebut bisa dilestarikan, apabila forumnya bertujuan untuk shodaqoh dan bukan atas dasr kepercayaan pada hal-hal yang mistis, misalkan: “wah jika tidak melakukan tingkeban, brokokan, pasaran, dan pitonan nanti sang bayi akan diganggu oleh lelembut niiiih”. Yang akhirnya memaksa untuk menerapkan budaya itu meskipun keadaan ekonomi keluarga itu minimum. Padahal amalan yang terbaik ketika hamil adalah sholat, membaca dan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran pun sudah cukup. Jika dikaji lebih mendalam, Al-Quran sangat berpengaruh besar dalam perkembangan janin.
Dengan adanya pertikaian amalan budaya ini, maka lahirlah dua kaum, yaitu kaum tua yang cenderung statis, tidak mau mengalami perubahan dalam suatu ajaran. Menurut Howard M. Federspiel dalam Atang dan Mubarok (2010: 192-193) kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang dilakukan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman klasik dan zaman pertengahan tidak berubah, sehingga kebenarannya tidak perlu dikaji ulang, mereka menuduh bahwa orang-orang yang menentang mereka adalah orang kafir dan terkutuk, dan mereka yang tertuduh adalah kaum muda. Jadi sudah jelas bahwa kaum muda adalah kaum yang mendukung perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik di nusantara.
Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik (modern) dan tidak lama lagi akan memasuki milenium ketiga ,keberagaman kita tidak sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang di wariskan oleh para pendahulu kita.Secara kelembagaan ,Muhamadiyyah dan Persis berusaha melakukan pembaruan dengan melepaskan umat dari pengaruh-pengaruh non-islam.Akan tetapi,gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan nahdliyin (NU) yang cenderung mentolelir dan melestarikan kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Dalam merespons tradisi yang berkembang di masyarakat,secara umum,umat islam di bedakan menjadi dua :
1.Kaum Tua
2.Kaum Muda
Kaum muda adalah ulama pendukung perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik keagamaan di Nusantara,sedangkan Kaum Tua adalah ulama yang menentang perubahan-perubahan yang di kembangkan Kaum Muda dan mempertahankan sistem keagamaan di indonesia yang di nilai telah mapan.
Kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang di kemukakan dalam ajaran-ajaran ulama besar zaman klasik dan zaman pertengahan,seperti al-ghazali,al-Asy’ari,dan al-Maturidi dalam bidang teologi,dan imam-imam dari mazhab-mazhab besar dalam bidang hukum islam tidak berubah.Bagi kaum tua kebenaran tidak perlu di kaji ulang,sebab kebenaran tidak pernah di ubah karena perubahan waktu dan kondisi (HOWARD M.Federspiel,1996 : 60). Kaum Tua menegaskan bahwa agama di pelajari melalui hafalan-hafalan di pondok pesantren,ia tidak bisa salah dan tidak boleh di tundukan oleh penelitian akal.
Sedangkan kaum muda bersikap sebaliknya,mereka menentang keras praktik-praktik tasawuf,ketaatan,kepada mazhab-mazhab teologi dan hukum islam,upacara ritual yang tidak otoritatif,dan do’a yang di maksudkan untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia .
0 Response to "Peran agama (islam) dalam kehidupan manusia"
Post a Comment